Kamis, 30 Juni 2011

TEORI KOSTRUKTIVISME UNTUK ACTIVE LEARNING

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Belajar dan pembelajaran merupakan salah satu mata kuliah yang dikembangkan di lembaga pendidikan tinggi. Khususnya lembaga keguruan dan ilmu pendidikan. Di dalam mata kuliah belajar dan pembelajaran, pada umumnya dibahas berbagai macam teori dan metode pembelajaran untuk mengetahui psikologi peserta didik dalam proses belajar. Yang mana pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya untuk mengarahkan anak didik ke dalam proses belajar sehingga mereka dapat memperoleh tujuan belajar sesuai dengan apa yang diharapkan.
Pembelajaran hendaknya memperhatikan kondisi individu anak karena merekalah yang akan belajar. Anak didik merupakan individu yang berbeda satu sama lain, memiliki karakter dan keunikan masing-masing yang tidak sama dengan orang lain. Oleh karena itu pembelajaran hendaknya memperhatikan perbedaan-perbedaan individual anak tersebut, sehingga pembelajaran benar-benar dapat merubah kondisi anak dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari yang tidak paham menjadi paham serta dari yang berperilaku kurang baik menjadi baik. Kondisi riil anak seperti ini, selama ini kurang mendapat perhatian di kalangan pendidik. Hal ini terlihat dari perhatian sebagian guru/pendidik yang cenderung memperhatikan kelas secara keseluruhan, tidak perorangan atau kelompok anak, sehingga perbedaan individual kurang mendapat perhatian.
Gejala yang lain terlihat pada kenyataan banyaknya guru yang menggunakan metode pengajaran yang cenderung sama setiap kali pertemuan di kelas berlangsung. Pembelajaran yang kurang memperhatikan perbedaan individual anak dan didasarkan pada keinginan guru, akan sulit untuk dapat mengantarkan anak didik ke arah pencapaian tujuan pembelajaran. Kondisi seperti inilah yang pada umumnya terjadi pada pembelajaran yang mengakibatkan kesenjangan yang nyata antara anak yang cerdas dan anak yang kurang cerdas dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Kondisi seperti ini mengakibatkan tidak diperolehnya ketuntasan dalam belajar, sehingga sistem belajar tuntas terabaikan. Hal ini membuktikan terjadinya kegagalan dalam proses pembelajaran di sekolah. Menyadari kenyataan seperti ini para ahli berupaya untuk mencari dan merumuskan strategi yang dapat merangkul semua perbedaan yang dimiliki oleh anak didik. Strategi pembelajaran yang ditawarkan adalah strategi belajar aktif (active learning strategy).
Strategi belajar aktif (active learning strategy) merupakan metode belajar yang dapat membangun kreatifitas anak. Yang mana kreatifitas disini yaitu anak akan menginginkan jawaban dari sebuah pertanyaan, anak akan membutuhkan informasi untuk memecahkan masalah, atau mencari cara untuk mengerjakan tugas.
dalam teori belajar konstruktivisme, belajar merupakan proses penemuan (discovery) dan transformasi informasi kompleks yang berlangsung pada diri seseorang. Individu yang sedang belajar dipandang sebagai orang yang secara konstan memberikan informasi baru untuk dikonfirmasikan dengan prinsip yang telah dimiliki, kemudian merevisi prinsip tersebut apabila sudah tidak sesuai dengan informasi yang baru diperoleh. Agar siswa mampu melakukan kegiatan belajar, maka ia harus melibatkan diri secara aktif.
Pembelajaran aktif (active learning) dimaksudkan untuk mengoptimalkan penggunaan semua potensi yang dimiliki oleh anak didik, sehingga semua anak didik dapat mencapai hasil belajar yang memuaskan sesuai dengan karakteristik pribadi yang mereka miliki. Di samping itu pembelajaran aktif (active learning) juga dimaksudkan untuk menjaga perhatian siswa/anak didik agar tetap tertuju pada proses pembelajaran.
Dilihat dari pandangan psikologi kognitif, perilaku manusia tidak ditentukan oleh stimulus yang berada diluar dirinya, melainkan oleh faktor yang ada pada dirinya sendiri. Faktor-faktor internal itu berupa kemampuan atau potensi yang berfungsi untuk mengenal dunia luar, dan dengan pengenalan itu manusia mampu memberikan respon terhadap stimulus. Berdasarkan penjelasan dari teori psikoloig kognitif bahwa belajar sebagai proses pemfungsian unsur-unsur kognisi terutama pikiran, untuk dapat mengenal dan memahami stimulus yang datang dari luar. Dengan kata lain, aktivitas belajar manusia ditentukan pada proses internal dalam berpikir yakni pengolahan informasi.
1.2 Rumusan Masalah
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan rumusan masalahnya :
1. Apakah pengertian dari teori konstruktivisme ?
2. Apa tujuan dari teori konstruktivisme dalam proses pembelajaran?
3. Bagaimana penerapan Teori Konstruktivisme untuk menciptakan Active learning?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan dari ditulisnya makalah ini yaitu :
1. Untuk memenuhi tugas Belajar dan Pembelajaran.
2. Untuk menciptakan cara pembelajaran yang lebih aktif , yang tidak hanya mendengarkan penjelasan.
3. Untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
4. Untuk mempermudah cara peserta didik dalam memahami materi yang diberikan.
5. Untuk mewujudkan sikap yang aktif dalam penerimaan suatu materi sehingga pesrta didik dapat menyampaikan pendapatnya terhadap materi tersebut.
6. Dengan menciptakan pembelajaran yang aktif dan terstruktur maka akan menciptakan tingkat intelektual bangsa yang tinggi.













BAB II

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Konstruktivisme
Konstruktivisime merupakan proses pembelajaran yang menerangkan bagaimana pengetahuan disusun dalam minat manusia. Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan adalah bentukan / konstruksi kita sendiri (Von Glaserfeld). Pengetahuan bukanlah tiruan dari realitas, juga bukan gambaran dari dunia kenyataan yang ada. Pengetahuan merupakan hasil dari konstruksi kognitif melalui kegiatan seseorang dengan membuat struktur, kategori, konsep, dan skema yang diperlukan untuk membentuk pengetahuan tersebut. Konstruktivisme menekankan perkembangan konsep dan pengertian yang mendalam, serta pengetahuan sebagai konstruksi aktifnya yang dibuat oleh siswa. Jika seseorang tidak aktif membangun pengetahuannya, meskipun usianya tua tetap tidak akan berkembang pengetahuannya. Suatu pengetahuan dianggap benar bila pengetahuan itu berguna untuk menghadapi dan memecahkan persoalan atau fenomena yang sesuai. Pengetahuan tidak bisa ditransfer begitu saja, melainkan harus diinterpretasikan sendiri oleh masing-masing orang. Pengetahuan juga bukan sesuatu yang sudah ada, melainkan suatu proses yang berkembang terus-menerus. Dalam proses itu keaktifan seseorang sangat menentukan dalam mengembangkan pengetahuannya.
Jean Piaget adalah psikolog pertama yang menggunakan filsafat konstruktivisme, dengan teorinya yang dikenal dengan teori adaptasi kognitif. Teori belajar tersebut berkenaan dengan kesiapan / adaptasi anak untuk belajar, yang dikemas dalam tahap perkembangan intelektual dari lahir hingga dewasa. Setiap tahap perkembangan intelektual yang dimaksud dilengkapi dengan ciri-ciri tertentu dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan. Misalnya, pada tahap sensorik motor anak berpikir melalui gerakan atau perbuatan. Sama halnya dengan setiap organisme harus beradaptasi secara fisik dengan lingkungan untuk dapat bertahan hidup, demikian juga struktur pemikiran manusia. Manusia berhadapan dengan tantangan, pengalaman, gejala baru, dan persoalan yang harus ditanggapinya secaca kognitif (mental). Untuk itu, manusia harus mengembangkan skema pikiran lebih umum atau rinci, atau perlu perubahan, menjawab dan menginterpretasikan pengalaman-pengalaman tersebut. Dengan cara itu, pengetahuan seseorang terbentuk dan selalu berkembang. Proses tersebut meliputi:
1. Skema / skemata adalah struktur kognitif yang di mana seseorang beradaptasi dan terus mengalami perkembangan mental dalam interaksinya dengan lingkungan. Skema juga berfungsi sebagai kategori - kategori untuk mengidentifikasikan rangsangan yang datang, dan terus berkembang.
2. Asimilasi adalah proses kognitif perubahan skema yang tetap mempertahankan konsep awalnya, hanya menambah atau merinci.
3. Akomodasi adalah proses pembentukan skema atau karena konsep awal sudah tidak cocok lagi.
4. Equilibrasi adalah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi sehingga seseorang dapat menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamnya (skemata). Proses perkembangan intelek seseorang berjalan dari disequilibrium menuju equilibrium melalui asimilasi dan akomodasi.
Teori konstruktivisme yang dikenal dengan constructivist theories of lerning menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasi informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisi aturan-aturan itu apabila tidak lagi sesuai. Hakekat dari teori konstruktivis adalah ide bahwa siswa harus menjadikan informasi itu miliknya sendiri (Nur dan Retno,2000:2).
Pendekatan konstruktivisme dalam pengajaran menekankan pengajaran top down dari pada bottom-up. Top down berarti bahwa siswa mulai dengan masalah kompleks untuk dipecahkan dan kemudian memecahkan atau menemukan (dengan bimbingan guru) keterampilan-keterampilan dasar yang diperlukan. Sedangkan pendekatan bottom-up tradisional yang mana keterampilan-keterampilan dasar secara tahap demi tahap dibangun menjadi keterampilan-keterampilan yang lebih kompleks (Slavin, 1997 dalam Nur dan Retno,2000:7). Sehingga dapat dikatakan bahwa di dalam kelas yang terpusat pada siswa, sedangkan peran guru adalah membantu siswa menemukan fakta, konsep atau prinsip bagi diri mereka sendiri, bukan memberikan ceramah atau mengendalikan seluruh kegiatan kelas.
Lebih lanjut dikatakan bahwa salah satu konsep kunci dari teori belajar konstruktivis adalah pembelajaran dengan pengaturan diri (self regulated learning) yaitu seseorang yang memiliki pengetahuan tentang strategi belajar efektif dan bagaimana serta kapan menggunakan pengetahuan itu (Nur dan Retno, 2000:12). Jadi apabila siswa memiliki strategi belajar yang efektif dan motivasi serta tekun menerapkan strategi itu sampai pekerjaan terselesaikan maka kemungkinan mereka adalah pelajar yang efektif.
Menurut Jerome Bruner, salah satu pendekatan dalam pengajaran konstruktivis yang sangat berpengaruh adalah mendorong siswa untuk belajar sebagian besar melalui partisipasi aktif mereka sendiri dengan konsep dan prinsip dengan dorongan dari gurunya untuk memiliki pengalaman serta dapat melakukan eksperimen yang memungkinkan bagi mereka untuk menemukan prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri.
Pendekatan yang lain dalam pengajaran dan pembelajaran yang juga berlandaskan pada teori konstruktivis adalah pengajaran dan pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning). Pengajaran dan pembelajaran kontekstual merupakan suatu konsepsi yang membantu guru mengkaitkan konten mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga Negara dan tenaga kerja.

2.2 Tujuan Dari Teori Konstruktivisme Dalam Proses Pembelajaran
a. Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri.
Maksudnya yaitu :
Dalam proses pembelajaran menurut teori konstruktivisme, siswa didorong untuk berpikir mandiri dan guru berperan membantu siswa untuk menemukan identitas intelektual mereka. Para siswa yang merumuskan pertanyaan-pertanyaan dan kemudian menganalisis serta menjawabnya berarti telah mengembangkan tanggung jawab terhadap proses belajar mereka sendiri.
b. Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan mencari sendiri pertanyaannya.
Artinya :
Dalam proses pembelajaran sangat diharapkan siswa untuk berfikir reflektif atau mampu merespon trhadap suatu materi yang diberikan. Sebagai contoh : dalam penyampaian suatu materi yang diberikan oleh guru, siswa diharapkan mampu mengajukan pertanyaan terhadap materti yang diberikan tersebut sehingga mampu terciptanya proses belajar yang aktif dan cepat memahami materi tersebut.
c. Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep secara lengkap.
Proses pembelajaran yang menerapkan pendekatan konstruktivisme melibatkan para siswa dalam mengamati dan menganalisis fenomena alam dalam dunia nyata. Kemudian guru membantu para siswa untuk menghasilkan abstraksi atau pemikiran-pemikiran tentang fenomena-fenomena alam tersebut secara bersama-sama. Proses pembelajaran seperti itu dapat membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep secara lengkap.
d. Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.
Maksudnya yaitu :
Guru yang menerapkan proses pembelajaran konstruktivisme akan menantang para siswa untuk mampu menjangkau hal-hal yang berada di balik respon-respon faktual yang sederhana. Guru mendorong siswa untuk menghubungkan dan merangkum konsep-konsep melalui analisis, prediksi, justifikasi, dan mempertahankan gagasan-gagasan atau pemikirannya. Proses belajar seperti itu dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri dan mampu mengembangkan ide-ide yang dimiliki oleh siswa tersebut serta mampu mempertahankan ide-ide melalui argument-argument yang dimiliki.
e. Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.
Segala kegiatan yang dilakukan di dalam pembelajaran menurut teori konstruktivisme yaitu : dirancang sedemikian rupa sehingga bermakna bagi siswa. Oleh karena itu minat, sikap, dan kebutuhan belajar siswa benar-benar dijadikan bahan pertimbangan dalam merancang dan melakukan pembelajaran. Hal ini dapat terlihat dari usaha-usaha untuk mengaitkan pelajaran dengan kehidupan sehari-hari, penggunaan sumber daya dari kehidupan sehari-hari dan penerapan konsep tersebut. Sehingga proses belajar ini lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu dan dapat memahami konsep secara lengkap.
2.3 Penerapan Teori Konstruktivisme Untuk Active Learning
Menurut John Dewey Pembelajaran yang berhaluan pada pandangan Konstruktivisme menjadikan anak didik sebagai objek pembelajaran aktif dan lebih berkembang dalam penambahan pengatahuan pada anak.
John Dewey menguatkan lagi teori konstruktivisme ini dengan mengatakan bahwa pendidik yang cakap harus melaksanakan pengajaran dan pembelajaran sebagai proses menyusun atau membina pengalaman secara lanjut/kontinyu. Beliau juga menekankan kepentingan penyertaan murid di dalam setiap aktivitas pengajaran dan pembelajaran.
Teori – teori baru dalam psikologi pendidikan dikelompokkan dalam teori pembelajaran konstruktivisme. Ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan – aturan lama dan merevisinya bila aturan tersebut tidak lagi sesuai. Bagi siswa agar benar – benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus benar – benar bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide – ide. Teori ini berkembang dari kerja Piaget, Vygotsky, teori pemrosesan inormasi, dan teori psikologi kognitif lainnya, seperti teorinya Bruner.
Menurut teori ini, satu prinsip yang mendasar adalah guru tidak hanya memberikan pengetahuan kepada siswa, namun siswa juga harus berperan aktif membangun sendiri pengetahuan di dalam memorinya. Dalam hal ini, guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan ide – ide mereka sendiri, dan mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberikan siswa anak tangga yang membawa siswa ke tingkat pemahaman yang lebih tinggi dengan catatan siswa sendiri yang mereka tulis dengan bahasa dan kata – kata mereka sendiri.
Untuk menciptakan active learning (belajar aktif) setiap materi pelajaran yang baru harus dikaitkan dengan berbagai pengetahuan dan pengalaman yang ada sebelumnya. Materi pelajaran yang baru disediakan secara aktif dengan pengetahuan yang sudah ada. Agar murid dapat belajar secara aktif guru perlu menciptakan strategi yang tepat guna sedemikian rupa, sehingga peserta didik mempunyai motivasi yang tinggi untuk belajar (Mulyasa, 2004).
Maka dari itu, mereka perlu membaca, menulis, berdiskusi atau bersama-sama dengan anggota kelas yang lain dalam memecahkan masalah. Yang paling penting adalah bagaimana membuat anak didik menjadi aktif, sehingga mampu pula mengerjakan tugas-tugas yang menggunakan kemampuan berpikir yang lebih tinggi, seperti menganalisis, membuat sintesis dan mengevaluasi.
Selain itu, penerapan dengan dialog diri sendiri adalah proses di mana anak didik mulai berpikir secara reflektif mengenai topic yang dipelajari. Mereka menanyakan pada diri mereka sendiri mengenai apa yang mereka piker atau yang harus mereka pikirkan, apa yang mereka rasakan mengenai topic yang dipelajari. Pada tahap ini pendidik dapat meminta peserta didik untuk membaca sebuah jurnal atau teks dan meminta mereka menulis apa yang mereka pelajari, bagaimana mereka belajar, apa pengaruh bacaan tersebut terhadap diri mereka.
Terdapat pula penerapan dengan dialog dengan orang lain. disini bukan dimaksudkan sebagai dialog parsial sebagaimana yang terjadi pada pengajaran tradisional, tetapi dialog yang lebih aktif dan dinamis ketika pendidik membuat diskusi kelompok kecil tentang topic yang dipelajari.
Dan observasi terjadi ketika siswa memperhatikan atau mendengar seseorang yang sedang melakukan sesuatu hal yang berhubungan denagn apa yang mereka pelajari, apakah itu pendidik atau teman mereka sendiri.
Sedangkan doing atau berbuat merupakan aktivitas belajar di mana siswa berbuat sesuatu, seperti membuat suatu eksperimen atau mengkritik sebuah argument atau ssebuah tulisan dan lain sebagainya.
Di sinilah kesinambungan anatara Teori Belajar Konstruktivisme dan Active Learning (Pembelajaran Aktif) dapat terlihat dengan jelas sehingga dapat diterapkan kepada anak didik.


Selain hal – hal yang disebutkan di atas, penerapan Teori Belajar Kontruktivisme untuk Active Learning dapat dilihat dari ciri – ciri Teori Konstruktivisme yang mengacu pada system pembelajaran yang menuntut keaktifan siswa.
Adapun ciri – ciri penerapan pembelajaran secara kontruktivisme adalah
1. Memberi peluang kepada murid membina pengetahuan baru melalui penglibatan dalam dunia sebenarnya.
2. Menggalakkan soal/ide yang disukai oleh murid dan menggunakannya sebagai panduan merancang pengajaran.
3. Menyokong pembelajaran secara koperatif .
4. Mengambil kajian bagaimana murid belajar sesuatu ide.
5. Menggalakkan & menerima daya usaha & autonomi murid
6. Menggalakkan murid bertanya dan berdialog dengan murid & guru
7. Menganggap pembelajaran sebagai suatu proses yang sama penting dengan hasil pembelajaran.
8. Menggalakkan proses inkuiri murid melalui kajian dan eksperimen.

Dari semua itu, penerapan teori konstruktivisme untuk active learning yang paling penting adalah guru tidak boleh hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus didalam benaknya sendiri. Seorang guru dapat membantu proses ini dengan cara-cara mengajar yang membuat informasi menjadi sangat bermakna dan sangat relevan bagi siswa, dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide dan dengan mengajak siswa agar menyadari dan menggunakan strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar.
















BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat kami simpulkan bahwa teori konstruktivisime merupakan proses pembelajaran yang menerangkan bagaimana pengetahuan disusun dalam minat manusia yang mana teori belajar tersebut berkenaan dengan kesiapan / adaptasi anak untuk belajar, yang dikemas dalam tahap perkembangan intelektual dari lahir hingga dewasa. Sehingga siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasi informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisi aturan-aturan itu apabila tidak lagi sesuai. Dan juga guru dapat memberikan siswa anak tangga atau menjadi fasilitator yang membawa siswa ke tingkat pemahaman yang lebih tinggi dengan catatan siswa yang ditulis sendiri dengan bahasa dan kata-kata sendiri.
Tujuan dari teori konstruktivisme yaitu untuk mengembangkan motivasi siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri, mengembangkan kemampuan siswa, membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep secara lengkap, mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri, lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.
Penerapan teori konstruktivisme untuk belajar aktif yakni, dengan dialog diri sendiri di mana anak didik mulai berpikir secara reflektif mengenai topic yang dipelajari,terdapat pula penerapan dialog dengan orang lain yang mana pendidik membuat diskusi kelompok kecil tentang topik yang dipelajari,diadakan observasi ketika siswa memperhatikan atau mendengar seseorang yang sedang melakukan sesuatu hal yang berhubungan dengan apa yang mereka pelajari, apakah itu pendidik atau teman mereka sendiri, dan doing atau berbuat merupakan aktivitas belajar di mana siswa berbuat sesuatu, seperti membuat suatu eksperimen atau mengkritik sebuah argument atau tulisan dan lain sebagainya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar